Friday, March 30, 2007

Juli di bulan Juni: Hargai Hidupmu

Apa jadinya bila Anda atau orang yang Anda sayangi dicap menderita penyakit Dialeksia; sebuah penyakit yang menyebabkan seseorang tidak merangkai huruf menjadi kalimat. Dialeksia memang bukan penyakit mematikan seperti Tumor atau Kanker tetapi Dialeksia dapat 'membunuh' semangat hidup si penderita. Bagaimana seseorang dapat berkarir dengan baik jika dia tidak mampu membaca atau menulis dengan benar.

Masalah inilah yang menjadi inti sinetron lepas Juni di bulan Juli buah karya Guntur Soehardjanto.

Juli di Bulan Juni mengisahkan seorang gadis yang bernama Juli (Sissy Priscilla) seorang penderita Dialeksia. Karena penyakitnya tersebut ia tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikannya dan hanya bisa ikut membantu ayahnya menjalankan usaha pencucian mobil.

Sebagai penderita Dialeksia Juli sering kali minder dan mencap dirinya sendiri bodoh. Ia pun mematok bulan Juni adalah bulan paling sial dalam hidupnya dan sangat ketakutan bila bulan akan menuju Juni. Hal terjadi karena banyak peristiwa memilukan yang ia alami terjadi di bulan Juni. Ibunya meninggal di bulan Juni dan ia di-DO dari SD di bulan yang sama.

Sebagai seorang wanita Juli juga memiliki perasaan cinta, dan perasaannya tersebut (awalnya hanyalah kagum) ia tujukan ke Tora (Tora Sudiro) seorang presenter kuis acara TV. Namun, sang pujuan hati ternyata sudah bertunangan pada waktu Juli telah merasa cocok dengan Tora.

Selain ditinggal oleh Tora, Juli juga ditinggal oleh sahabat baiknya yang tanpa ia sadari justru mencintai dia yaitu Jarwo (Ariyo Wahab). Pada saat yang sama usaha bengkel ayahnya pun terpaksa harus gulung tikar. Dan semuanya ini terjadi di bulan Juni.

Namun di balik kekurangannya itu, akhirnya ia mampu membalikkan 'kondisi' dirinya menjadi seseorang yang berguna berkat hasil jepretan kameranya.

Melalui sinetron ini, kita diajak untuk lebih menghargai hidup dan tidak memandang kondisi fisik atau lingkungan sebagai halangan untuk maju. Sebab "Yang penting, tiap
pagi kala bangun, di antara tarik nafas dan buang nafas, yakinkan diri bahwa
kita pantas hidup". Hal inilah yang Jarwo tekankan sesaat sebelum meninggalkan Juli.

Tuesday, March 20, 2007

Siemensku Sayang

Awalnya aku bukanlah seorang Siemens Mania. Bagaimana mau menjadi Siemens Mania lha wong yang namanya ponsel alias ponsel saja aku awam alias gak tahu sama sekali. Jangankan membedakan mana ponsel yang bagus dan tidak, mengoperasikan ponsel saja aku tidak bisa :)

C35i - Ponsel Pertama (2002 - 2006)

Alasan utama aku pengen beli ponsel waktu itu karena jaringan telepon dirumahku yang baru (baru pindahan) belum tersedia. Nah, karena ibuku butuh komunikasi dengan relasi ya udah aku belaain beli ponsel. Kebetulan waktu itu sahabatku baru saja beli Siemens C35i nah aku ngikut aja beli C35i biar dia bisa ngajari aku cara menggunakan ponsel. Inilah alasannya kenapa aku memilih ponsel ini.

Senang sekali rasanya dapat ponsel ini, disamping bentuknya yang mungil dan terkesan seksi (untuk ukuran waktu itu), ringtonenya keras, fiturnya juga bikin aku puas as as... Selain SMS dan telepon, fasilitas lain yang sering kupakai yaitu reminder dan games. Walaupun gamenya sederhana, tapi aku seneng banget mainin game yang ada yaitu: Wayout, Reversi, Quattropoli, dan Minesweeper. Dikemudian hari aku baru tahu kalau game Siemens kebanyakan emang menuntut kita untuk berpikir, tidak sekadar have fun aja.

Sayangnya ponsel ini akhirnya tewas tidak dengan gagahnya. Kenapa? Karena tewasnya setelah aku coba ganti casing. Lho kok bisa?! Aku sendiri tidak tahu kenapa. Waktu aku buka casing dan ganti dengan casing yang baru tiba-tiba C35i-ku bergetar dan langsung kucabut batunya. Waktu kunyalakan lagi sudah tidak bisa. Kubawa ke resparasi ponsel katanya harus ganti prosesornya. Dan katanya beli baru sama beli prosesor baru harganya sama hehe.

Padahal dulu kebanting beberapa kali tetap aja C35i-ku masih bisa dipakai. Pernah juga sih kebanting terus antenanya kena. Tapi diperbaiki sedikit dah bisa lagi. Aku masih berharap C35i-ku tidak benar-benar tewas tapi cuma mati suri. Alias tidak perlu ganti prosesor. Bagaimanapun juga ini ponsel pertamaku yang tentu saja tidak ingin aku jual.

MC60 - Ponsel Selingan (2005)

Aku beli ponsel ini ketika C35i-ku sedang masuk rumah sakit akibat antenanya kena. Jujur aja aku tertarik dengan ponsel ini karena bentuknya yang lucu dan ada kameranya. Ponsel pertama Siemens di kelas 55 yang ada fasilitas kameranya. Tapi sayangnya suara ringtonenya kecilnya minta ampun... Setelah browsing di-internet secara umum MC60 memang kurang bagus. Dan itulah yang kurasakan. Tidak sampai 3 minggu ponsel ini kujual lagi untuk tukar tambah dengan SL45.

Walaupun begitu MC60 telah mengenalkanku pada dunia GPRS. Jadi ingat waktu main GPRS sambil nungguin resparasi motor di bengkel hehe.

SL45 - Ponsel Idaman (2005 - sekarang)

Aku sudah ngebet pengen ponsel ini sejak tahun 2003 setelah lihat iklannya di koran. Pemicunya apalagi kalau bukan kemampuannya memainkan MP3. Tapi berhubung belum ada dana jadi ya terpaksa keinginan ditunda dulu.

Nah beberapa hari setelah pembelian MC60 aku liat dikoran ada iklan baris yang menjual SL45 di Yogya dan harganya bisa diraih. Baru aku sadar bukankah dulu aku naksir berat dengan ponsel ini, tapi kenapa bisa lupa dan malah beli MC60 ya?

Akhirnya dengan semangat 45 aku pergi ke Yogya untuk beli SL45, sekalian jual MC60nya. Dan dapat SL45 komplit, bekas garansi DGE. Waktu itu aku nanya ke penjualnya, bisa gak kalau diupgrade sendiri jadi SL45i, yang ada fasilitas Javanya. Dan penjualnya bilang bilang bisa.

Selanjutnya akupun mulai nyari informasi cara upgrade SL45 menjadi SL45i di internet. Dalam pencarian tersebut aku menemukan informasi tentang patch dan tentu saja SiemensXP sebuah forum diskusi tentang Siemens di Indonesia. Bukan berhenti sampai disitu aja. Akupun juga sempat otak-atik handsfree sehingga bisa diganti headsetnya. Maklum headset asli akhirnya tewas ditanganku hehe.

SX1 - Terburu-buru (2006 - 2007)

Idaman berikutnya setelah SL45 ialah SX1 tapi yang Black Carbon. Nah setelah uangnya cukup akhirnya berangkat ke Yogya untuk beli ponsel ini. Ada beberapa counter yang menyediakan SX1. Sebenarnya aku masih pengen nyari yang lain tapi karena tubuhku waktu itu sedang tidak fit akhirnya kuputuskan untuk langsung membelinya tanpa berpikir panjang terlebih dulu.

Di kemudian hari aku baru kecewa kenapa aku terburu-buru membeli ponsel ini kenapa tidak menunggu sambil mencari SX1 yang Black Carbon. Apalagi SX1-ku juga sering rusak. Mulai dari casing patah dan retak, handsfree rusak, joystick rusak, sampai mesin matot. Memang sih kuakui sebagian kerusakan disebabkan oleh tindakanku.

Mesin matot karena tidak hati-hati saat pacthing, joystick rusak karena sering dipakai untuk nge-gim, dan handsfree rusak karena sering dibawa tidur hehe. Sedangkan yang aku curigai menyebabkan casing patah dan retak ialah tukang service di counter ponsel hehe.

Pernah sih kepikiran untuk menjual SX1-ku, tapi kalau aku jual di counter harganya pasti turun drastis. Saat ini aku cuma berharap bisa dapat casing komplit yang Black Carbon untuk ngantiin casing yang sekarang.

Dibalik kerusakan itu, aku sendiri termasuk pemuja SX1. Selain fasilitas musik yang suaranya aduhai (kalau pakai handsfree), fasilitas bisnispun juga tidak kalah TOP.

Ponsel ini udah kujual ke temanku, lagi hunting mo nyari pengantinya nih

M55 - Gantiin S55 (2005 - sekarang)

Sewaktu SX1-ku rusak, aku kepikiran nyari S55 untuk kupakai sebagai ponsel cadangan. Waktu itu, C35i sudah tewas, terus SL45 dipakai Mami. Tapi sayangnya selama hunting aku tidak pernah menemukan yang rela S55. Maklum S55 memang tidak masuk ke Indonesia, jadi cuma mengandalkan BM. Ada juga sih yang tulisannya S55 tapi kalau tidak cuma casing (S57 casingnya S55), bluetoothnya gak bisa dipakai.

Nah, karena udah keburu pengen beli akhirnya milih M55. Dapat di Solo yang warna grey. Keren juga sih walau fasilitas dah ketinggalan jauh. Dan karena ponsel ini ada bukan berawal dari mimpi jadi ya perasaannya beda dengan saat memiliki SL45 dan SX1. Tidak menutup kemungkinan ponsel ini bakal di lego kalo pas butuh uang hehe.

Saat ini, M55 dipakai Mami dan belum pernah kena virus patch. Bagaimana mau patch bikin fubu aja belum bisa hehe.

Itulah sekelimut kisahku tentang ponsel yang kumiliki. Sayangnya Siemens Divisi Mobiles saat ini sudah KO. Akuisi oleh pihak BenQ ternyata tidak membuat Siemens kembali jaya tetapi justru semakin terpuruk. Namun, bagaimanapun juga aku masih tetap berminat mengkoleksi Siemens edisi luar biasa (setidaknya menurutku).

Aku masih bermimpi koleksi salah satu atau semuanya dari ME45, M65, SK65, ME75, M75, S75, dan SXG75.

Wednesday, March 14, 2007

Meluangkan Waktu

Salah satu kebiasaan baru yang diterapkan oleh kantorku setiap pagi ialah mengawali pekerjaan dengan doa; dulu biasanya hal itu hanya dilakukan setiap hari Senin. Acaranya seperti persekutuan doa biasanya. Nyanyi, doa, dan sharing. Kadang cuma nyanyi dan doa, soalnya tidak ada ada yang sharing. Ada kalanya pas sharing dijadikan waktu bercanda untuk ngerjain teman hehe. Tapi tidak jarang juga pas sharing semua diam dan hanya saling melihat satu dengan yang lain.

Dalam suatu kesempatan bosku pernah bilang kalau dia sebenarnya merasa 'sulit' membiarkan pegawainya mengadakan persekutuan doa setiap hari. Adanya acara ini tentu saja akan mengurangi jam kerja. Tetapi kemudian dia mengatakan bahwa mengawali hari dengan memuji Tuhan justru lebih baik dibandingkan langsung kerja. Sekalipun secara manusia ada waktu yang 'terbuang' tapi ia yakin pasti lebih banyak berkat yang akan didapat.

Aku termasuk salah satu karyawan yang merasakan adanya berkat itu. Memang sih melulu berimbas ke soal kerjaan yang tiba-tiba menjadi mudah. Sharing, doa, dan pujian lebih sering memberikan 'kesegaran' bagiku untuk memulai pekerjaan di kantor.

Selain itu, acara tersebut juga membuat kami semakin akrab satu dengan yang lain. Teman-teman pun juga lebih berani berbagi cerita atau menyatakan pendapatnya atas suatu masalah tertentu. Imbasnya tentu saja sharing mereka semakin menguatkan imanku kepada Tuhan. Tidak jarang ada pengetahuan baru yang kudapat dari sharing mereka.

Pada awal persekutuan ini dimulai setiap hari, bosku pernah bilang kalau persekutuan dimulai pukul 8.10 (kantor mulai buka pukul 8.00) dan selesai pukul 8.45. Tetapi ia melanjutkan kalau semuanya mengikuti kehendak Tuhan.

Dan dalam prakteknya ia memang belum pernah mengingatkan karyawannya ketika acara persekutuan melebihi tenggat waktu yang ditentukan. Ia justru nampak senang bila melihat karyawannya sedang asyik sharing, sekalipun waktu sudah menunjukkan pukul 9.00 lebih. Bahkan ada kalanya ia ikut memimpin doa. Padahal kalau dia mimpin doa pasti luama hehe. Namun demikian teman-teman juga sadar. Bila tidak ada yang sharing atau hanya diam-diam saja, acarapun segera diakhiri walaupun tenggat selesainya masih lama.

Bagiku kunci keberhasilan persekutuan doa ini terletak pada kerelaan meluangkan waktu dengan sungguh-sungguh. Aku tahu bahwa setiap orang sibuk dan mungkin ada yang sedang dikejar deadline, tapi kami rela meluangkan waktu untuk berdoa, tanpa berpikir soal waktu. Kalau kami masih berpikir berapa lama persekutuan ini berlangsung atau terus-menerus mengingatkan kapan persekutuan ini harus selesai sama halnya kami belum rela meluangkan waktu untuk berdoa. Bagaimana Tuhan rela memberkati kami kalau kami sendiri tidak rela meluangkan waktu khusus bersama dengan Tuhan.

Tanpa bermaksud menggurui saya ingin mengingatkan teman-teman yang terbiasa memulai hari dengan persekutuan doa baik di rumah atau di kantor, lakukannya dengan kerelaan hati dan jangan kuatir soal waktu dan pekerjaan. Tuhan akan peduli dengan kita jika kita benar-benar peduli dengan Tuhan