Friday, April 20, 2007

The Magician’s Nephew, Awal dari Narnia

Inilah buku keenam dari serial Narnia, karya C.S. Lewis yang mengisahkan awal penciptaan Narnia oleh Aslan. Walaupun diterbitkan sebagai buku keenam (1955) dari tujuh buku Narnia, namun secara kronologi inilah buku pertama. Sebelum buku The Lion, The Witch And The Wardrobe yang ceritanya sudah dianggkat ke layar lebar.

Pada buku inilah, kamu dapat mengetahui bagaimana tiang lampu masuk ke Narnia, darimana asalnya Lemari sebagai tempat masuk Narnia, siapa Profesor Kirke, dan dari mana asalnya Jadis.

Sekelumit cerita

Tanpa bermaksud mengurangi selera keingintahuan mengenai isi buku ini, namun inilah penggalannya. Untuk versi lengkapnya aku sarankan untuk membeli aja bukunya.

Buku ini diawali dengan pertemuan dua orang anak yaitu Digory Kirke dengan tetangganya, Polly Plummer. Dari percakapan tersebut terkuak bahwa ibu Digory sakit parah, sedangkan ayahnya pergi berperang ke India. Saat ini Digory tinggal bersama paman Andrew dan bibi Letty di London.

Paman Andrew termasuk orang yang aneh yang mengira dirinya adalah penyihir. Ia mengadakan percobaan yang katanya dapat mengirimkan seseorang ke dunia lain, selain dunia kita. Dengan sangat licik ia berhasil mengelabugi Polly untuk menggenakan sebuah cincin. Akibatnya Polly lenyap dari pandangan mata. Selanjutnya ia memaksa Digory untuk mengenakan cincin tersebut atau Polly tidak akan kembali lagi.

Digory pun menggunakan cincin tersebut dan sampailah ia ke sebuah hutan yang penuh dengan kolam. Ia bertemu dengan Polly, namun awalnya mereka tidak saling kenal. Setelah beberapa saat mengingat-ingat akhirnya mereka ingat siapa mereka dan kenapa mereka bisa sampai di sini. Hutan tersebut ternyata semacam tempat persinggahan antar dunia, sedangkan kolamnya adalah lorong yang menuju ke dunia lain. Sedangkan cincinnya adalah alat untuk menarik mereka kembali ke hutan dan kembali ke bumi.

Dari hutan tersebut mereka memulai petualangan. Dunia pertama yang mereka kunungi adalah Charn, sebuah kota mati. Di sebuah bangsal istana mereka menemukan sebuah lonceng dan palu di atas pilar. Ada tulisan di dekat lonceng tersebut, bila mereka memukulnya akan muncul suatu bahaya, bila tidak, mereka akan jadi gila. Polly memilih untuk kembali dan bersiap-siap menggunakan cincin dan kembali ke hutan. Tapi Digory terlanjur memukul bel tersebut yang kemudian membangunkan Jadis, ratu Charn, yang membuat Charn menjadi seperti sekarang.

Saat melarikan diri kembali ke hutan, jadis terserat ikut, namun disitu ia berubah menjadi wanita tua renta. Ia pun mengikuti mereka sampai ke kamar Paman Andrew, dan memperoleh kembali kekuatan dan kecantikannya, walau sihirnya telah hilang. Karena ingin menguasai bumi, Jadis lalu membuat keonaran di London. Digory dan Polly pun berusaha keras mengembalikan Jadis ke dunianya.

Saat kembali ke hutan ternyata mereka membawa serta Frank, kusir kereta; Strawberry, kudanya; dan Paman Andrew. Selanjutnya mereka masuk ke dunia asing yang belum berbentuk. Kemudian terdengarlah alunan merdu Sang Singa, dan seiring nyanyian tersebut muncullah rumput, pepohonan, dan binatang. Aslan sedang menciptakan Narnia!

Sedangkan Jadis, yang takut terhadap Aslan, melarikan diri ke wilayah Utara.

Aslan kemudian memampukan beberapa hewan untuk berbicara, termasuk Strawberry, dan menjelaskan bahwa kedatangan manusia membawa kejahatan ke dunia yang umurnya belum genap setengah hari tersebut. Digory merasa bersalah karena telah membawa Jadis ke Narnia, tapi ia juga berharap Aslan dapat memberinya obat untuk menyembuhkan ibunya. Aslanpun memberikan tugas kepada Digory untuk memperbaiki kesalahannya. Sedangkan Frank beserta istrinya yang didatangkan oleh Aslan di beri kepercayaan untuk menjadi raja pertama Narnia.

Dialog Cerdas

Ada begitu banyak pesan moral dan dialog menarik yang dapat dinikmati dari novel ini. Salah satunya ialah dialog antara Frank dengan Aslan, saat ia ditawari untuk menjadi raja Narnia. Keraguan Frank dalam sekejab diubah menjadi keyakinan melalui dialog yang singkat dan membangun. Berikut penggalan dialog tersebut:

Dengan kesulitan, si kusir menelan ludah dua-tiga kali dan berdeham.

"Maaf, Sir," katanya, "bukannya saya tidak berterima kasih sekali kepada Anda (istri saya pun akan melakukan hal yang sama), tapi saya bukanlah orang yang cocok untuk pekerjaan seperti itu. Begini, saya tidak pernah dapat banyak pendidikan."

"Yah," kata Aslan, "bisakah kau menggunakan cangkul, bajak, dan memanen makanan dari bumi?"

"Ya, Sir, saya bisa melakukan pekerjaan semacam itu, karena dibesarkan untuk melakukannya."

"Bisakah kau memerintah makhluk-makhluk ini dengan lembut dan adil, mengingat bahwa mereka bukanlah budak seperti hewan-hewan bodoh di dunia tempat kau dilahirkan, tapi hewan-hewan yang bisa berbicara dan rakyat bebas?"

"Saya mengerti itu, Sir," jawab si kusir. "Saya akan berusaha memperlakukan mereka tanpa membeda-bedakan."

"Dan apakah kau akan membesarkan anak-anak juga cucu-cucumu untuk melakukan hal yang sama?"

"Saya pasti akan berusaha melakukan itu, Sir. Saya akan berusaha sebaik-baiknya: bukankah begitu, Nellie?"

"Dan kau tidak akan menjadikan salah satu anakmu sebagai favorit dibanding anak-anakmu yang lain atau dibanding makhluk-makhluk lain, atau membiarkan yang satu membawahi yang lain atau menggunakannya dengan tidak benar?"

"Saya tidak akan pernah bisa membiarkan hal seperti itu terjadi, Sir, dan itu kebenaran. Saya akan menghukum mereka bila aku mengetahui mereka melakukan itu," kata si kusir. (Sepanjang percakapan ini suaranya menjadi kian lambat dan kaya. Lebih seperti suara orang desa yang pasti dimilikinya saat dia masih kanak-kanak dan tidak seperti aksen kelas rendahan yang tajam dan cepat.)

"Dan jika para musuh datang menantang tanah ini (karena mereka akan datang) lalu ada perang, apakah kau akan jadi yang pertama maju bertempur dan terakhir mengundurkan diri?"

"Yah, Sir," kata si kusir sangat lambat, "seseorang tidak akan tahu pasti apa yang terjadi sebelum dia mencobanya. Yang bisa saya katakan adalah saya mungkin akan jadi pria lembek di saat seperti itu. Saya tidak pernah berkelahi kecuali dengan tinju saya. Tapi saya akan berusaha-setidaknya, saya harap saya akan berusaha-memenuhi bagian saya."

"Kalau begitu," kata Aslan, "kau akan melakukan segala tindakan yang harus dilakukan seorang raja..."

Hal-hal menarik lainnya, sekali lagi aku sarankan beli aja bukunya.

Sebuah Buku berjudul The Lion, The Witch And The Wardrobe

Karya pertama C.S. Lewis dari rangkaian The Chronicles of Narnia dengan seri pertamanya The Lion, The Witch And The Wardrobe. Konon Lewis tidak bermaksud membuat seri Narnia, jadi hanya pada buku The Lion, The Witch And The Wardrobe. Itulah alasannya kenapa urutan bukunya acak-acakan. Buku ini seharusnya menjadi buku kedua secara kronologis setelah The Magician’s Nephew

Lalu bagaimana sebenarnya kisah The Lion, The Witch And The Wardrobe? Berikut sedikit bocorannya

Kisah ini dimulai dengan pengungsian empat orang anak yaitu Peter, Edmund, Susan, dan Lucy ke rumah seorang profesor pada masa Perang Dunia II. Saat berada di rumah Sang Profesor secara tidak sengaja Lucy memasuki dunia Narnia ketika dia bersembunyi di sebuah lemari saat mengikuti permainan petak umpat bersama teman-temannya. Apa yang dilihat oleh Lucy selanjutnya diceritakan kepada teman-temannya. Namun sayang, tidak ada satupun yang percaya dengan cerita Lucy. Bahkan Edmund yang dikemudian hari juga ke Narnia tidak mau mengakuinya dihadapan yang lain. Namun, yang namanya kebenaran cepat atau lambat pasti diketahui oleh semua orang. Demikian juga dengan cerita Lucy.

Suatu hari, untuk menghindari pengurus rumah yang sedang mengantarkan tamu, mereka berempat memasuki Lemari Ajaib itu, dan bersama-sama sampai ke Narnia, menemukan bahwa cerita Lucy selama ini benar adanya. Dari keluarga Berang-berang yang mampu berbicara mereka akhirnya mengetahui apa yang sedang terjadi di Narnia. Bahwa seorang Penyihir Putih yang jahat telah membuat dunia Narnia mengalami musim salju yang berkepanjangan. Namun, keluarga Berang-berang tersebut yakin bahwa pemerintahan Ratu Penyihir tidak lama lagi akan berakhir karena Aslan, Sang Penguasa Narnia yang sebenarnya telah kembali ke Narnia.

Saat mereka sedang ngobrol, eh Edmund malah pergi dan menemui Penyihir Putih yang ia temui saat kunjungan pertamanya ke Narnia. Ia memiliki pandangan yang berbeda dengan yang lain mengenai Penyihir Putih. Ia justu merasa Penyihir Putih berpihak kepada kebenaran. Hal ini ia simpulkan setelah ia diberi roti oleh Penyihir dan dijanjikan jika Penyihir bisa menangkap manusia (teman-temannya) maka ia akan dijadikan Raja Narnia.

Menyadari bahaya yang akan menyerang maka keluarga Berang-berang dan ketiga anak tersebut segera melarikan diri menuju ke Stone Table, berharap bisa berjumpa dengan Aslan.

Sedangkan Edmund? Nasibnya tragis. Penyihir Putih sekarang telah berubah menjadi jahat dan membiarkan Edmund kedinginan saat menemani dia mencari keluarga Berang-berang. Bahkan ia memperlakukan Edmund selayaknya budak, jauh dari janjinya waktu pertama kali bertemu, bahwa ia akan menjadikan Edmund sebagai Raja Narnia.

Kembali ke pihak Aslan. Ah, tidak, sebaiknya kalian baca sendiri bukunya atau melihat langsung kehebatan filmnya. Tidak seru membeberkan semua kisah dalam tulisan ini. Lagi pula membeberkan semua ceritanya ntar kena sangsi pihak berwajib hehe

Narnia Memang Datar

- pandangan pribadi untuk film The Chronicles of Narnia, The Lion, the Witch and the Wardrobe

Mengintip Filmnya

Film The Chronicles of Narnia, The Lion, the Witch and the Wardrobe dimulai dengan secuil kisah Perang Dunia II yang memaksa keempat Pevensie bersaudara diungsikan ke rumah Profesor Kirke (Jim Broadbent). Keempat anak tersebut mulai dari yang tertua ialah Peter (William Moseley), Susan (Anna Popplewell), Edmund (Skandar Keynes), dan Lucy (Georgie Henley).

Ketika hari hujan, mereka bermain petak umpet, saat Peter hampir selesai menghitung (sampai 100 hitungan), Lucy yang terburu-buru mencari tempat persembunyian memasuki sebuah lemari. Setelah menyibakkan jubah-jubah yang tergantung di sana, Lucy mendapati dirinya tertusuk ranting pohon dan menginjak tanah bersalju, bukannya lantai lemari. Agak di kejauhan ia melihat sebuah tiang lampu dan kemudian bertemu dengan Pak Tumnus (James McAvoy), makhluk setengah manusia setengah kambing, yang menjelaskan bahwa kini ia berada di Narnia, negeri yang "selalu musim dingin tetapi tak pernah ada Natal" gara-gara ulah si Penyihir Putih, Jadis (Tilda Swinton).

Beberapa jam Lucy singgah di gua Pak Tumnus, namun anehnya, ketika ia kembali ke ruang kosong tadi, Peter baru saja selesai menghitung. Lucypun menceritakan pengalamannya yang tentu saja tidak mereka percayai.

Akhirnya, mereka berempat memasuki Lemari Ajaib itu dan bersama-sama sampai ke Narnia, menemukan bahwa cerita Lucy selama ini benar adanya. Sedihnya, mereka menemukan gua Pak Tumnus berantakan dan ada selebaran yang menjelaskan bahwa Pak Tumnus ditangkap oleh polisi si penyihir karena dianggap berkhianat dengan menolong Lucy.

Bertemulah mereka dengan Pak dan Bu Berang-berang (suara Ray Winstone dan Dawn French), yang menjelaskan apa yang tengah terjadi. Kedatangan mereka berempat, keturunan Adam dan Hawa, ternyata sudah diramalkan dalam sebuah syair kuno. Aslan (suara Liam Neeson), sang Singa penguasa tertinggi bumi Narnia, juga dikabarkan telah muncul kembali untuk menghadapi si penyihir.

Di tengah-tengah percakapan itu, Edmund diam-diam menyelinap ke luar, berniat menemui Penyihir Putih. Ketiga saudaranya, dengan pertolongan Pak dan Bu Berang-berang, pergi menemui Aslan, meminta pertolongan.

Edmund yang berharap akan kembali mendapat perlakuan baik dari Jadis justru diperlakukan secara buruk. Di dalam penjara istana Jadis, ia bertemu dengan Pak Tumnus yang kemudian ia lihat telah diubah menjadi batu oleh Jadis.

Mendengar Edmund ditawan, pasukan Aslan segara membebaskan Edmund dan membawanya kepada Aslan. Namun Jadis tidak dapat menerimanya. Ia menganggap bahwa Edmund seorang penghianat, dan semua penghianat adalah miliknya. Bila hal itu dilanggar maka dunia Narnia akan dijungkir balikkan. Hal ini menjadi dilema sebuah dilema. Bila Edmund diserahkan maka ramalan syair kuno mengenai empat anak manusia yang akan membebaskan Narnia tidak akan terjadi. Sebaliknya bila Edmund tidak diserahkan maka Narnia akan dijungkir balikkan.

Akhirnya setelah mengadakan perbicangan dengan Jadis disepakati bahwa Aslan akan menggantikan posisi Edmund. Hal ini tidak diketahui oleh siapapun termasuk oleh Susan dan Lucy yang mengikuti Aslan ketika ia menuju ke tempat Jadis. Di Stone Table, Aslan menyerahkan diri, ia diikat, digunduli surainya, lalu dibunuh oleh Jadis. Aslan, Sang Penguasa Narnia pun tewas seketika itu juga.

Kesan yang Didapat

Bagi Anda yang telah terbuai keindahan dan kemegahan film Trilogi The Lord of The Ring (LOTR) kemungkinan besar Anda akan jenuh melihat film ini. Dan itulah yang saya rasakan.

Keajaiban dunia Narnia yang membuat segala sesuatu mungkin terjadi tidak dapat dibeberkan dengan indah oleh Andrew Adamson, sebagai sutradara film ini. Yang terjadi justru pemaparan serba tanggung yang hanya sekali tampil, walau tujuannya untuk membuat penonton selalu terperangah saat melihat sesuatu yang baru. Peristiwa berakhirnya musim dingin dan berubahnya patung penghuni Narnia jauh dari kesan indah dan mempesona. Peperangan pun hanya bagus dengan banyaknya jumlah dan macam mahluk dimasing-masing pihak, tapi terlalu sebentar untuk ukuran pasukan sebanyak itu. Simak bagaimana angkatan udara Peter yang justru tidak dihadapi oleh Naga yang dimiliki Jadis. Raksasa pengikut Jadis pun hanya bisa 'bercanda' saat pertempuran. Tidak ada peristiwa heriok yang ditunjukkan masing tokoh kecuali Edmund yang bertanding melawan Jadis. Seharusnya perangnya bisa lebih dahsyat dari yang ini.

Untuk keperluan 'keindahan' film, beberapa adegan cerita telah diubah oleh Andrew. Walaupun secara umum perubahan tersebut tidak mengurangi nilai utama dari film ini namun sayangnya perubahannya bersifat tanggung dan ada kalanya ikut menghilangkan pesan-pesan yang terdapat di buku.

Dialog cerdas antara Profesor Kirke dengan Peter dan Susan diubah menjadi lebih sederhana tetapi maknanya justru tidak terlalu dalam. Latar belakang masukkan keempat anak ke Narnia pun juga diubah dengan alasan merasa dikejar Ny Macready karena mereka habis memecahkan kaca jendela. Suatu bentuk pelarian dari tanggungjawab! Kenyataannya, di buku, mereka masuk ke lemari karena memang enggan bertemu Ny Macready yang saat itu membawa turis berkeliling rumah profesor Kirke.

Sosok Aslan-pun juga tidaklah semegah yang dilukiskan sebelumnya. Awalnya saya sempat terkecoh, mengira Aslan akan muncul saat terompet dibunyikan ketika Pevensi bersaudara dan Berang-berang tiba di tempat Aslan. Sedangkan penonton dibelakang saya justru menganggap macan tutul yang berseliweran (terkesan menyelinap) diantara pasukan Aslan ialah Aslannya. Namun, semua rasa penasaran tersebut sontak runtuh bahkan berubah jadi senyum kecut saat melihat Aslan yang muncul dalam kesederhanaan. Jauh sekali dari kesan perkasa yang coba diciptakan sejak semula.

Dalam hal ini mungkin Andrew hendak menggambarkan sosok Aslan sebagai pemimpin yang tidak menakutkan tapi tetap agung. Hanya saja, kesan agung justru tidak nampak, selain badannya yang kadang membesar. Auman Aslan dalam beberapa kali kesempatan juga tidak mampu membuat penonton bergetar, setidaknya musuh ketakutan.

Yang paling fatal ialah proses pengorbanan Aslan menuju ke Stone Table digambarkan secara ringkas dan kurang begitu berkesan. Setelah bangkit dari kematian seharusnya Aslan bercanda dulu dengan Susan dan Lucy yang begitu terpukul dengan kematiannya, namun tidak di film. Ia terlalu terburu-buru untuk membebaskan penghuni Narnia dibandingkan bermain-main dengan anak kecil. Selain itu, proses pengubahan patung kembali ke ujud semula juga dilakukan dengan cepat. Tidak ada gegap gembita kegembiraan para mahluk Narnia. Kegembiraan singa yang satunya saat melihat Aslan, dan juga kemarahan Raksasa yang ingin membunuh Jadis hilang dari pandangan mata.

Pesan Moral

Untungnya pesan moral yang ditekankan oleh Lewis melalui cerita Narnia tidak terleliminasi secara telak di filmnya. Beberapa nilai moral yang harus dimiliki oleh anak-anak tetap ditonjolkan dalam film ini. Simak bagaimana Lucy mengajak berjabat tangan Pak Tumnus walau ia sendiri tidak tahu apa artinya. Dan simak pula pertolongan Lucy dengan memberikan sapu tangannya saat melihat Pak Tumnus menangis. Nasihat Aslan untuk tidak mempersoalkan yang sudah terjadi saat mempertemukan Edmund dan saudara-saudaranya juga patut kita acungi jempol.

Sosok Lucy yang tampil lugu dan polos memang menarik untuk disimak. Tidak terlalu berlebihan rasanya bila Lucy dianggap penggambaran anak ideal yang diimpikan oleh semua orang tua di dunia ini. Lihatlah bagaimana ia memeluk Edmund ketika bertemu di Narnia untuk pertama kalinya dan ia pula yang pertama kali berteriak memanggil Edmund lalu memeluknya begitu tahu Edmund sudah dibebaskan. Padahal sebelumnya Edmund sering melukai hatinya. Walaupun tidak ada kata maaf tetapi perbuatannya melebihi dari sekedar kata maaf.

Sayangnya sosok Peter dan Susan tidak digambarkan sesuai dengan bukunya. Lewis tidak pernah menceritakan keinginan mereka untuk kembali ke rumah walaupun bahaya menghadang di depan. Sebaliknya di film Susan digambarkan sebagai sosok gadis yang enggan menghadapi masalah sedangkan Peter sebagai orang yang selalu ragu-ragu walau mereka semua telah diramalkan akan menjadi Raja dan Ratu Narnia. Tapi OK-lah lupakan pergeseran peran dan tangkaplah makna bahwa sosok Peter dan Susan sering kita temui atau bahkan kita sendiri mengalaminya.

Sedangkan Edmund, walaupun berperan sebagai pengkhianat namun keberanian dan kecerdikannya saat berperang melawan Jadis patut diacungi jempol. Pada dasarnya Edmund-pun juga memiliki sifat belas kasihan. Simak bagaimana ia berusaha menolong Pak Tumnus dan serigala yang berpihak kepada Aslan.

Lalu Bagaimana?

Tentu saja segera tonton film tersebut bagi yang belum menonton. Hanya saja bagi Anda yang mengagumi film LOTR, singkirkan dulu kekaguman Anda sewaktu menyaksikan film Narnia. Pun jangan membayangkan kemegahan dan kedahsyatan Narnia saat menyaksikan film ini. Terlepas dari itu, banyaknya nilai-nilai moral yang ada difilm ini membuat film ini tetap layak untuk disimak oleh siapapun juga. Semoga film berikutnya bisa lebih baik lagi.