Hampir setiap hari Selasa, aku dan beberapa teman kantor (biasanya Novi, ama Theo) nge-hik atau Angkringan bersama. Theo biasanya bilang ngu-cing. Disebut ngu-cing karena kita biasa makan nasi kucing (nasi bungkus dengan lauk sedikit sambal dan sedikit ikan bandeng). Dinamakan angkringan karena biasanya yang beli duduknya suka nangkring. Dikatakan hik karena.... apa ya... beberapa orang menyebutnya Hidangan Istimewa Kampung alias hik.
Tapi hik di Salatiga berbeda jauh dengan hik di Solo. Di Salatiga hidanganya sangatlah mini, terutama untuk penggemar hik dari Solo. Bayangin aja untuk sate cuma tersedia sate telur puyuh, kulit ayam, dan kadang satu jeroan ayam. Satu jenis sate yang belum pernah kujumpai di angkringan Salatiga ialah sate kikil. Gak tau kenapa di sini gak ada yang jual sate kikil.
Jajanannya pun juga seadanya. Cuma gorengan biasa. Bila di Solo selain gorengan kadang masih ada wajik, jadah, krupuk, dan beberapa jajanan pasar lainnya.
Penasaran dengan hal ini akhirnya aku tanya ke salah seorang pedagang hik. Katanya sih, orang Salatiga memang tidak gemar bergadang sampai larut malam. Makanya para pedagang hik tidak mau menyajikan terlalu banyak barang dagangan.
Terlepas apakah alasan tersebut benar atau tidak yang jelas kalo di Salatiga sebuah angkringan bisa menjadi yang paling besar maka di Solo bisa-bisa menjadi yang paling kecil hehehe.
di salatiga ada angkringan juga tho..salam dari sesama penggemar angkringan
ReplyDelete