Wednesday, November 28, 2007

Menghadapi Polisi Menuju Solo

Selasa, 27 November 2007, memang bukan jadwal rutin kami pulang Solo. Namun, setelah mendengar kota Solo dilanda angin ribut, akhirnya kami putuskan untuk pulang. Takut di rumah ada apa-apa. Apalagi istriku mengkhabarkan kalau tiang T untuk aliran kabel listrik di atas rumah jatuh, dan listrik mati. Wah, gak kebayang bagaimana menderitanya istri dan ibu yang tinggal serumah.

Sampai ke perempatan Pasar Sapi Salatiga kami berhenti karena lampu merah dan mulai bergerak saat lampu hijau. Tapi petaka terjadi saat kamu berhenti di pertigaan ABC, seorang polisi mendekati kami dan meminta kami berhenti, alasannya karena kamu melanggar lampu merah. Aku heran, salah apa kok sampai kamu disuruh berhenti.

Setelah berhenti, dia melakukan rutinitas kepolisian, hormat, meminta SIM dan STNK. Sebelum dia berkata lebih banyak; juga didorong rasa penasaran, aku tanyakan ke dia kesalahan kami.

"Di mana kami melakukan kesalahan, Pak?"
"Tadi di Pasar Sapi, Lampu merah Anda malah terus."
"Lho, tadi kami terus karena lampu sudah hijau."
"Anda jangan macam-macam saya tahu detikan (penunjuk waktu di perempatan -red) tadi belum menunjukkan kalau lampu sudah hijau."
"Tapi kami melihat lampu sudah hijau, makanya kami jalan"
"Kamu buta ya?! Lampu merah dibilang hijau!"
"Lho kok Anda marah?!"
"Siapa yang marah?!"
"Nada suara Anda sudah menunjukkan kalau Anda marah?"
"Nada kayak gini dibilang marah!"
"Lho, kenyataannya!"
"Terus mau kamu apa?!"
"Ya kita selesaikan baik-baik!"
"OK, ayo kita selesaikan"

Kami menepi dan sebelum aku kembali bertanya dia keburuan nyolot, "Kamu cuma bonceng, saya gak ada urusan dengan kamu!" Dia pun beralih kepada Novi dan masuk gardu polisi. Di situ Novi menjelaskan kalau dia dalam posisi berhenti terus jalan, jadi tidak mungkin ada niat melanggar lampu merah, lagi pula lampu juga sudah menyala hijau. Logikanya kalau melanggar lampu merah, dia tentu langsung jalan dan tidak berhenti dulu. Tapi polisi tersebut tidak bisa memainkan logika, dia tetap 'ngeyel' pada kebenarannya dan menganggap kami salah.

Aku hampir aja berkomentar jika Novi tidak segera bilang, "Ya, sudah Pak, saat ini kami buru-buru pulang ke Solo, jadi tilang aja," dengan gayanya yang kalem. Polisi tersebut gaya bicaranya agak sedikit melunak dan terkesan sekali membanggakan apa yang dia lakukan.

"Kalau saya, ada orang macam-macam langsung saya libas."
"Saya itu lebih senior dari kalian, walau mukanya kelihatan lebih tua kalian."
"Ini nama saya, ini pangkat saya, yang meletakkan ini ialah jendral," sambil menepuk pistolnya.

Melihat polisi tersebut tidak segera menilang, Novi terus minta agar dia ditilang, apalagi waktu itu dihadapannya sudah ada surat tilang.

"Maaf Pak, saya harus segera pulang ke Solo karena di Solo ada angin besar, saya kuatir dengan keluarga saya, jadi langsung tilang saja." Polisi tersebut mengangguk-angguk tapi tetap aja nyrocos ngalor-ngidul.

Karena hilang kesabaran aku bilang ke dia, Maaf Pak, sebaiknya langsung tilang saja, soalnya kami terburu-buru."
Eh, dia malah marah-marah, "Ditilang atau tidak itu wewenang saya, bukan keputusan Anda, saya yang berhak menentukan Anda ditilang atau tidak!"

Wah emosian bener ini orang. Kalau saja kami tidak terburu-buru pulang udah kulawan tuh kata-katanya.

Dia masih tetap bicara dengan dalih menasehati walau Novi juga sudah berulangkali bilang kalau kami terburu-buru pulang, kuatir keluarga kami kenapa-kenapa. Akhirnya setelah menunggu beberapa menit, dia menyudahi khotbahnya, memberikan SIM, STNK, tanpa memberikan surat tilang. Aneh, terus apa tujuan dia menghentikan kami.

Tanpa pikir panjang akhirnya kami pulang ke Solo, berharap keluarga tidak apa-apa.

Berpikir nakalnya, polisi tersebut sebenarnya ingin menunggu kami mengajak damai tapi ternyata gagal karena kami tetap minta ditilang. Berpikir bersihnya.... wah ini kayaknya sulit dicari hehe.

Kejadian tersebut memberikan beberapa pelajaran berharga pada kami bila ditilang polisi dalam posisi tidak bersalah.

1. Berani berargumentasi melawan polisi karena kita berada di posisi yang benar. Memang sih awalnya polisi akan ngotot kalau dia benar sambil bentak-bentak segala, tapi kalau kita bisa sabar dan memberikan argumentasi yang tepat aku pikir dia bisa saja mundur. Kalau di sampai melakukan kontak fisik (misalnya memegang lengan) tanyalah apakah dia mau menganiaya kita dan tatap lengan kita serta matanya.
2. Tahu peraturan lalu lintas akan lebih baik. Ini dapat kita jadikan argumentasi bila kita di posisi yang benar. Dan jangan lupa minta peraturan nomor berapa yang kita langgar. Aku yakin gak semua polisi hapal hehe.
3. Jangan ragu mengajak dia ke kantor polisi kalau dia berkata peraturannya ada di kantor atau apalah yang menyatakan dia tidak membawa. Polisi yang nakal jarang ada yang berani melakukannya.
4. Jika bawa ponsel yang bisa untuk motret atau rekam, keluarin aja dan rekam pembicaraannya. Bila perlu potret aja polisi tersebut. Ini akan membuat dia agak keder.
5. Jangan ngaku-aku anaknya pejabat atau kenal dengan pejabat, sekalipun demikian faktanya. Beranilah menghadapi situasi tanpa melibatkan orang lain.

Dan yang terpenting, berhati-hatilah di jalan raya!

No comments:

Post a Comment